BAITUL MAL WAT TAMWIL
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikaitkan dengan konsep Mubyarto, yang diistilahkan dengan ekonomi kerakyatan sangat tepat untuk menyongsong era globalisasi. Umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah.Oleh karena itu kehadiran BMT ditengah-tengah masyarakat ekonomi lemah, pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya lapisan ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum. Pertanyaan itu didasarkan pada daerah operasi BMT yang memfokuskan target pasarnya pada bisnis skala kecil yang kurang terjangkau oleh perbankan pada umumnya.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akantetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, INSTITUSI, SUMBER DANA, DAN PRINSIP PENGELOLAAN HARTA BAITUL MAL
1. Pengertian Baitul Mal
Kata baitul mal adalah berasal dari bahasa arab yang berarti rumah harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang diadakan dalam pemerintahan islam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau, suatu lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat islam.
Berdasarkan pengertian diatas, maka tujuan dibentuknya baitul mal dalam suatu negara, karena baitul mal mempunyai perananan yang cukup besar sebagai sarana tercapainya tujuan negara serta pemerataan hak dan kesejahteraan kaum muslimin.
2. Institusi Baitul Mal
Pada awal pemerintahan islam yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW, keuangan publik islam dan kebijakan fiskal belum banyak berperan dalam kegiatan ekonomi. Rasul dan para sahabat tidak menerima gaji sebagaiman biasa dari pemerintahan. Waktu itu pendapatan pemerintahan hanya berasal dari sumbangan publik. Zakat tidak diperlukan dan belum diwajibkan pada awal pemerintahan islam. Namun demikian, seiring dengan perkembangan islam mulai terdapat beberapa kebijakan yang diambil oleh Nabi Muhammad untuk memperkuat pemerintah yang ada.
Dibidang ekonomi, dalam rangka mendorong pertumbuhan kegiatan ekomomi yang ada, maka langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Nabi antara lain:
a. Membangun mesjid sebagai pusat islam yang digunakan selain untuk ibadah juga untuk kegiatan lain, seperti tempat pertemuan parlemen, sekretariat, mahkamah agung, markas besar tentara, kantor urusan luar negeri, pusat pendidikan, sebuah tempat pelatihan bagi luas penyebaran agama, asrama dan baitul mal.
b. Mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin dalam rangka untuk memacu kegiatan ekonomi yang akan membawa kebersamaan antara Muhajirin dan Anshar. Kelompok Anshar mnemberikan sebagian dari kekayaan mereka untuk Muhajirin yang akan digunakan dalam kegiatan produksi sampai Muhajirin dapat melaksanakan hidupnya.
3. Sumber Dana/ Harta Baitul Mal
Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitabnya al-Nizhamu al-Iqtishadi fi al-Islam (1990) telah menjelaskan sumber-sumber pemasukan bagi baitulmal dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Sumber-sumber tetap bagi baitulmal menurutnya antara lain: fai’, ganimah /anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat (an-Nabhani, 1990). Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khsusus baitulmal , dan tidak diberikan selain untuk delapan asnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an. Tidak sedikit pun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan asnaf tersebut, baik untuk urusan negara, maupun urusan umat.
Imam (khalifah) boleh saja memberikan harta zakat tersebut berdasarkan pendapat dan ijtihadnya kepada siapa saja dari kalangan delapan asnaf tersebut. Imam (khalifah) juga berhak untuk memberikan harta tersebut kepada satu asnaf atau lebih, atau membagikannya kepada mereka semua. Begitu pula pemasukan harta dari hak milik umum. Harta itu diletakkan pada diwan khusus baitulmal, dan tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Sebab, harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum Muslimin, yang diberikan oleh khalifah sesuai degan kemaslahatan kaum Muslimin yang menjadi pandangan dan ijtihadnya berdasarkan hukum-hukum syara’.
Adapun harta-harta yang lain, yang merupakan hak baitulmal, diletakkan secara bercampur pada baitulmal dengan harta yang lain, serta dibelanjakan untuk urusan negara dan urusan umat, juga delapan asnaf, dan apa saja yang penting menurut pandangan negara. Apabila harta-harta ini cukup untuk memenuhi kebutuha rakyat, maka cukuplah dengan harta tersebut. Apabila tidak, maka negara berhak mewajibkan pajak (dharibah) kepada seluruh kaum Muslimin, untuk menunaikan tuntutan dari pelayanan urusan umat. Juga termasuk dalam kategorisumber pemasukan yang diletakkan di dalam baitulmal dan dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, adalah harta yang diperoleh oleh seorang ‘asyir dari kafir harbi dan mu’ahid (usyur), harta-harta yang diperoleh dari hak milik umum atau hak milik negara, dan harta-harta waris dari orang yang tidak mempunyai ahli waris. Apabila hak-hak baitulmal tersebut lebih untuk membayar tanggungannya, misalnya harta yang ada melebihi belanja yang dituntut dari baitulmal, maka harus diteliti terlebih dahulu :
a. Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta fai , maka kelebihan tersebut diberikan kepada rakyat dalam bentuk pemberian.
b. Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta jizyah dan kharaj, baitulmal akan menahan harta tersebut untuk disalurkan pada kejadian-kejadian yang menimpa kaum Muslimin, dan baitulmal tidak akan membebaskan jizyah dan kharaj tersebut dari orang yang wajib membayarnya. Sebab, hukum syara’ mewajibkan jizyah dari orang yang mampu, dan mewajibkan kharaj dari tanah berdasarkan kadar kandungan tanahnya.
c. Apabila kelebihan tersebut dari zakat, maka kelebihan tersebut harus disimpan di dalam baitulmal hingga ditemukan delapan asnaf yang mendapatkan diwan harta tersebut. Maka, ketika ditemukan kelebihan tersebut akan dibagikan kepada yang bersangkutan.
Apabila kelebihan tersebut berasal dari harta yang diwajibkan kepada kaum Muslimin, maka kewajiban tersebut dihentikan dari mereka, dan mereka dibebaskan dari pembayaran tersebut (an-Nabhani, 1990).
4. Prinsip Pengelolaan Harta Baitul Mal
Pengeluaran atau penggunaan harta baitulmal menurut uraian Taqiyyuddin an-Nabhani (1990) ditetapkan berdasarkan enam kaidah berikut, yang didasarkan pada kategori tata cara pengelolaan harta :
1. Harta yang mempunyai kas khusus dalam baitulmal.
Dalam poin satu di atas ini, yang dimaksud ialah harta zakat.harta tersebut adalah hak delapan asnaf yang akan diberikan kepada mereka, bila harta tersebut ada. Apabila harta dari bagian zakat tersebut ada pada Baitulmal, maka pembagiannya diberikan pada delapan asnaf yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pihak yang berhak atas zakat, serta wajib diberikan kepada mereka. Apabila hak tersebut tidak ada, maka kepemilikan terhadap harta tersebut bagi orang yang berhak mendapatkan bagian tadi telah gugur. Dengan kata lain, maka tidak seorang pun dari delapan asnaf tadi berhak mendapatkan bagian zakat; dan tidak akan dicarikan pinjaman untuk membayar zakat tersebut, berapa pun jumlah hasil pengumpulannya.
2. Harta yang diberikan baitulmal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan, seta untuk melaksanakan kewajiban jihad.
Misalnya , nafkah untuk para fakir miskin dan ibnu sabil, seta nafkah untuk keperluan jihad. Hak mendapatkan pemberian untuk keperluan ini tidak ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Jadi, hak tersebut merupakan hak yang bersifat tetap, baik harta tersebut ada, maka seketika itu wajib diberikan. Apabila tidak ada dikhawatirkan akan terjadi kerusakan/ mafsadat karena pemberiannya ditunda, maka negara bisa meminjamkan harta untuk dibagikan seketika itu juga, berapa pun hasil pengumpulan harta tersebut dari kaum Muslimin, lalu dilunasi oleh negara. Namun apabila tidak khawatir terjadi kerusakan, diberlakukan kaidah “fa na-zhiratun ila maisarah” (maka hendaklah kita mnunggu, sampai ada kelapangan/ kecukupan harta). Pembagian harta bisa ditunda, hingga terkumpul dalam jumlah cukup, baru setelah itu diserahkan kepada yang berhak.
3. Harta yang diberikan baitulmal sebagai suatu pengganti/ komponsasi (badal/ujrah).
Yaitu, harta yang menjadi hak orang-orang yang telah memberikan jasa, sepeti gaji para tentara, pegawai negeri, hakim, dan tenaga edukatif. Hak mendapatkan pemberian ini tidak ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Jadi, hak tersebut merupakan hak yang bersifat tetap, baik harta tersebut ada maupun hak yang bersifat tetap, baik harta tersebut ada maupun tidak ada di dalam baitulmal. Apabila harta tersebut ada, maka seketika itu wajib diberikan. Apabila tidak ada, maka negara wajib mengusahakannya, dengan cara memungut harta yang diwajibkan atas kaum Muslimin. Apabila dikhawatirkan akan terjadi kerusakan, bila pemberian tersebut tidak segera diserahkan, maka negara harus meminjamkan harta untuk diberikan seketika itu juga, berapa pun jumlah hasil pengumpulan hartanya dari kaum Muslimin, kemudian negara melunasinya. Apabila tidak khawatir akan terjadi kerusakan, maka diberlakukan kaidah “fa nazhiratun ila maisarah” (maka hendaklah kita menunggu, sampai ada kelapangan/ kecukupan harta) dimana pembagian hartanya bisa ditunda hingga harta tersebut terkumpul baru setelah itu diserahkan kepada yang berhak.
4. Harta yang dikelola baitulmal yang bukan sebagai pengganti/ kompenasi (badal/ujarah), tetapi yang digunakan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan secara umum.
Misalnya, sarana jalan, air, bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan sarana-sarana lainnya, yang keberadaannya dianggap sebagai sesuatu yang urgen, di mana umat akan mengalami penderitaan/ mudarat jika sarana-sarana tersebut tidak ada. Hak mendapatkan pemberian untuk keperluan ini tidak ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Hak tersebut bersifat tetap, baik pada saat harta tersebut ada maupun tidak. Apabila du dalam baitulmal ada harta, maka wajib disalurkan untuk keperluan tersebut. Apabila di dalam baitulmal tidak ada harta, maka kewajibannya berpindah kepada umat, sehingga harta tersebut bisa dikumpulkan dari umat secukupnya untuk memenuhi pengeluaran-pengeluaran yang bersifat tetap tersebut.
5. Harta yang diberika baitulmal karena adanya kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai pengganti/ kompensasi (badal/ujarah). Hanya saja, umat tidak sampai tertimpa penderitaan/ mudharat karena tidak adanya pemberian tersebut.
Misalnya, pembuatan jalan kedua/ alternatif setelah ada jalan yang lain, atau membuka rumah sakit baru sementara dengan adayan rumah sakit yang lain sudah cukup, atau membuka jalan yang dekat, sementara orang-orang bisa menemukan jalan lain yang jauh, ataupun yang lainnya. Hak mendapatkan pemeberian ini ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Kalau di dalam baitulmal terdapat harta, wajib disalurkan untuk keperluan tersebut. Apabila di dalam baitulmal tidak terdapat harta, maka kewajiban tersebut gugur dari baitulmal. Kaum Muslimin juga tidak wajib membayar untuk keperluan ini, sebab sejak awal ia tidak wajib bagi kaum Muslimin.
6. Harta disalurkan baitulmal karena adanya unsur kedaruratan. Seperti paceklik/ kelaparan, angin topan, gempa bumi, atau serangan musuh. Hak memperoleh pemberian tersebut tidak ditentukan berdasarkan adanya harta tersebut. Jadi merupakan hak yang tetap, baik pada saat harta tersebut ada maupun tidak. Apabila harta tersebut ada, maka wajib disalurkan seketika itu juga. Apabila harta tersebut tidak ada, maka kewajiban meluas kepada kau Muslimin sehingga harta tersebut wajib dikumpulkan dari kaum Muslimin seketika itu juga. Kemudian harta tersebut diletakkan di dalam baitulmal untuk disalurkan kepada yang berhak. Apabila dikhawatirkan akan terjadi penderitaan/mafsadat karena penyaluran ditunda hingga terkumpul semuanya, negara wajib meminjam harta, lalu meletakkannya dalam baitulmal, dan seketika itu disalurkan kepada yang berhak. Kemudian utang tersebut dibayar oleh negara dari harta yang dikumpulkan dari kaum Muslimin.
B. PENGERTIAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT)
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wa Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Baitul mal wat tamwil merupakan suatu lembaga yang mempunyai dua istilah, yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang nonprofit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Adapun baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariat islam.
Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank syariah atau BPR syariah. Prinsip operasionalnya didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli, ijarah, dan titipan (wadi’ah). Karena itu, meskipun mirip dengan bank syariah, BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan serta pelaku usaha kecil yang mengalami hambatan “psikologis” bila berhubungan dengan pihak bank.
Secara konseptual, BMT memiliki 2 fungsi, yaitu :
1. Baitul Tamwil (Rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2. Baitul mal (Rumah Harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Baitul mal wat tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bait al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. selain itu, Baitul mal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. Dengan demikian keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, Infak, sedekah dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (Anggota BMT) yang memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (Anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT Berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan kegiatan perdagangan, industri dan pertanian.
Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut ini:
1. Tujuan BMT mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarkat disekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.
2. Visi BMT adalah mewujudkan kualitas masyarakat disekitar BMT yang selamat, damai, dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan usaha BMT dan POKUSMA (kelompok usaha muamalah) yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian.
3. Misi BMT adalah mengembangkan POKUSMA dan BMT yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas masyarakat disekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.
Untuk mencapai visi dan pelaksanaan misi serta tujuan BMT, maka BMT melakukan beberapa usaha, diantaranya:
1. Mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi hasil/syariah.
2. Mengembangkan lembaga dan bisnis kelompok usaha muamalah yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan BMT.
3. Jika BMT telah berkembang cukup mapan, memprakarsai pengembangan badan usaha disektor rill (busril) dari pokusma-pokusma sebagai badan usaha pendamping.
C. SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN BMT
Pendirian BMT dilandasi oleh 3 faktor,yaitu :
1. Faktor Filosofis
Secara filosofis, gagasan pendirian BMT didasarkan pada kepentingan menjabarkan prinsip¬-prinsip ekonomi ( fiqh al-muamalah ) dalam praktek. Prinsip – prinsip ekonomi yang berasaskan ketauhidan, keadilan, persamaan, kebebasan, tolong menolongdan toleransi menjadi kerangka filosofis bagi pendirian BMT di Indonesia. Selain itu, asas- asas muamalah seperti kekeluargaan, gotong – royong, mengambil manfaat dan mudharat serta kepedulian terhadap golongan ekonomi lemah menjadi dasar utama bagi kepentingan mendirikan BMT di indonesia.
2. Secara Sosiologis
Secara sosiologis, pendirian BMT di indonesia lebih di dasarkan pada adanya tuntunan dan dukungan dari umat islam bagi adanya lembaga keuangan berdasarkan syariah. Seperti diketahui,umat islam merupakan mayoritas penduduk indonesia, tetapi belum ada lembaga keuangan berbasis syariah. Ide mendirikan BMT semakin mencuat kepermukaan pada awal 1990-an.
3. Secara Yuridis
Secara yuridis, pendirian BMT di indonesia di ilhami oleh keluarnya kebijakan pemerintah berdasarkan undang-undang no.7/1992 tentang perbankan dan pp no.72 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan bagi hasil. Ketika bank-bank syariah didirikan di beberapa wilayah,BMT-BMT pun tumbuh subur mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.
Sejak berdirinya bank muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan bank mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasional di daerah. Pada saat bersama ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sangat aktif melakukan pengkajian intensif tentang pengembangan ekonomi islam di indonesia. Dari berbagai penelitian dan pengkajian tersebut terbentuklah BMT-BMT seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk membangun sistem ekonomi islam melalui pendirian lembaga-lembaga keungan syariah. Disamping ICMI, beberapa organisasi massa islam seperti Nadatul Ulama (NU), muhammadiyah, PERSIS (persatuan islam), dan ormas–ormas islam lainnya mendukung upayah pengembangan BMT-BMT diseluruh indonesia hal itu dilakukan untuk membangun sistem ekonomi islam melalui pendirian lembaga-lembaga keuangan syariah. Hal positif mulai dirasakan usaha kecil dan menengah. Mereka sering memanfaatkan pelayanan BMT yang kini tersebar luas di seluruh indonesia. Hal ini disebabkan mereka memperoleh banyak keuntungan dan kemudahan dari BMT yang tidak mereka peroleh sebelumnya dari lembaga sejenis yang menggunakan pendekataan konvensional. Lahirnya BMT bertujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraaan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan mempunyai sifat yaitu memliki usaha bisnis yang besifat mandiri, ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara profesional serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat lingkungan.
Asas didiriksannya bmt yaitu berdasarkan masyarakat yang salaam, yang penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. asas tersebut di implementasikan dengan :
a. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amalah (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam.
b. Barakah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
c. Spiritual communication (penguatan nilai spiritual).
d. Keadilan sosial, kesetaraan gender, non-diskriminatif.
e. Ramah lingkungan.
f. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal serta keragaman budaya.
g. Berkelanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri sendiri dan lembaga masyarakat lokal.
Dan BMT mempunyai beberapa ciri yaitu :
a. Berorientasi bisnis, yakni memiliki tujuan mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomiyang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya.
b. Bukan lembaga sosial tetapi dapat di manfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf
c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.
d. Lembaga ekonomi milik bersama antar kalangan masyarakat kecil dan bawah serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu diluar masyarakat sekitar BMT. Dukungan masyarakat terhadap optimalisasi peran BMT sangat penting, sebab lembaga BMT didirikan dari , oleh, dan untuk masyarakat. Segala ide dasar dan tujuan dari didirikannya BMT antara lain untuk kepentingan masyarakat itu sendiri dan dilakukan secara swadaya dan berkesinambungan.
D. SEJARAH BMT DI INDONESIA
Sejarah berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakasa mengenai bank syariah, yang diawali dengan Loka karya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Hasil MUNAS membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992.
Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap aksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam Undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Widows Syariah untuk bank umum. Kehadiran BMI ini pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah. Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat dengan prosedur perbankan yang telah dibakukan oleh Undang- Undang.Sehingga akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah.Namun realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelitir orang, yakni para pemilik modal. Sehingga komitmen untuk membantu derajat kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur peminjaman bank umum dan bank BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
Dari persoalan diatas, mendorong munculnya lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro. Lembaga ini tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama. Disamping itu, lembaga ini tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT).
Perkembangan BMT cukup pesat,sehingga akhir 2001 PINBUK (pusat inkubasi usaha kecil),mendata ada 2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melaporkan kegiatannya. Adapun perincian jumlah BMT tersebut sebagai berikut :
DAERAH TERDAFTAR MELAPORKAN KEGIATAN
ACEH 76 30
SUMUT 156 80
RIAU 65 51
SUMBAR 60 48
JAMBI 12 9
SUMSEL 65 32
BENGKULU 20 13
LAMPUNG 42 8
DKI JAKARTA 165 15
JABAR 637 433
JATENG 513 447
DI YOGYAKARTA 65 42
JATIM 600 519
BALI 15 9
NTB 93 41
NTT 8 5
KALBAR 15 11
KALTEBNG 10 6
KALTIM 24 14
KALSEL 17 9
SULUT 62 36
SULTENG 11 7
SULSEL 244 110
SULTRA 23 12
MALUKU 21 13
IRIAN JAYA 18 5
JUMLAH 2938 1828
Sumber : Pinbuk,2001
E. PERAN DAN FUNGSI BMT
1. Peran BMT
Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi islam, tujuan BMT dapat berperan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan.
b. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.
c. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.
d. Mengembangkan sifat hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung.
e. Menumbuhkembangkan usaha-usaha yang produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota dibidang usahanya.
f. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian islam.
g. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman.
h. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional;.
Kemudian berdasarkan visi dan misi BMT, BMT setidaknya mempunyai beberapa peran, diantaranya:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat non islam. Aktif melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang islami, misalnya supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen, dan sebagainya.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersifat aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah.
c. Melepaskan ketergantungan kepada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik. Misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan sebagainya.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai besikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetann sekala teoritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan juga jenis pembiayaan yang dilakukan.
Selain itu, peran BMT dimasyarakat adalah:
a. Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
b. Ujung tombak pelasanaan sistem ekonomi islam.
c. Penghubung antara kauma ghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin).
d. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu’amala dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah
2. Fungsi BMT
BMT memiliki fungsi yaitu:
a. Penghimpun dan Penyalur Dana.
Dengan menyimpan dana. Dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
b. Pencipta dan Pemberi Likuiditas.
BMT dapat menciptakan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan.
c. Sumber pendapatan.
BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya.
d. Pemberi Informasi.
BMT memberikan informasi kepada masyarakat mengenai risiko, keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.
e. Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah. BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah dapat memberikan pembiayaan bagi usaha kecil, mikro, menengah, dan juga koperasi dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan bagi usaha kecil, mikro, menengah, dan koperasi tersebut
Adapun fungsi BMT dimasyarakat yaitu:
a. Meningkatkan kualitas SDM anggota , pengurus dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global.
b. Mengorganisai dan memobiliasi dana sehingga dan ayang dimiliki oelh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal didalam dan diluar organisai untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Mengembangkan kesempatan kerja.
d. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. Memoerkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
F. PRINSIP DASAR DAN PRINSIP OPERASIONAL BMT
1. Prinsip Dasar BMT
Prinsip dasar pendirian BMT, yaitu :
a. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah islam kedalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan (kaffah), yaitu nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif , adil dan berakhlaq mulia.
c. Kekeluargaan (kooperatif)
d. Kebersamaan
e. Kemandirian
f. Profesionalisme
g. Istikamah; konsisten, kontinuitas,/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya mengharap ridho ALLAH SWT.
Secara umum, produk pembiayaan yang berlaku di BMT dibagi menjadi empat prinsip, diantaranya:
1. Prinsip Bagi Hasil
Pada dasarnya bagi hasil merupakan produk inti bagi BMT, karena mengandung keadilan ekonomi dan soial. Dengan bagi hasil BMT akan turut menanggung hasil keuntungan maupun rugi terhadap usaha yang dibiayainya. Setelah terjadi akan pembiayaan tersebut, BMT masih punya tanggung jawab lainnya. Jika dilihat dari sisi administratif sistem ini memang terasa rumit dan sulit, tetapi dari sisi keadilan bagi hasil menjadi sangat penting. Sistem bagi hasil dalam BMT dapat diterapkan dengan empat model yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah-mukhabarah (sektor pertanian), bai’al salam, bai’al istishna (sektor perkebunan)
2. Prinsip Jual Beli
Produk ini dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar yang mungkin tidak bisa dimasukkan dalam akad bagi hasil. Pada umumnya, dalam BMT akad jual beli yang sering dipakai ada tiga akad, yaitu bai’al mudharabah, bai’al salam, bai’al ishtishna
.
3. Prinsip Sewa
Sewa adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan perpindahan kepemilikan barang. Pada umumnya, di BMT akad ijarah atau sewa dikembangkan ke dalam bentuk akad ijarah muntahiya bit tamlik, yakni akad sewa yang diakhiri dengan jual beli.
4. Prinsip Jasa
Produk layanan jasa ini bagi BMT juga bersifat pelengkap terhadap berbagai layanan yang ada. Adapun pengembangan produk jasa layanan tersebut meliputi:
a. Al-Wakalah, yakni wakil atau pendelegasian untuk menyelesaikan sutu pekerjaan tertentu.
b. Al-Kafalah, yakni pengalihan tanggung jawab dari satu orang kepada orang lain.
c. Al-Hawalah, yakni akad pengalihan utang dari seseorang kepada orang lain yang sanggup menanggungnya.
d. Ar-Rahn, merupakan akad yang menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
e. Al-Qard, merupakan bagian dari transaksi ta’awuni atau tolong-menolong dan bukan komersial.
2. Prinsip Operasional BMT
Prinsip operasional BMT berdasarkan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan prinsip syariah tersebut, yaitu:
1. Terhindar dari maisir (perjudian)
2. Terhindar dari gharar (penipuan)
3. Terhindar dari risywah (suap)
4. Terhindar dari riba (bunga)
Dalam menjalankan kegiatannya, maka terdapat beberapa prinsip dalam opersioanl BMT yaitu :
a. Penumbuhan
1. Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan tokoh masyarakat orang berada (aghnia) dan kelompok usaha muamalah (pokusma) yang ada di daerah tersebut.
2. Modal awal (Rp 20-Rp 30 juta) dikumpulkan dari paran pendiri dan dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan pokok khusus.
3. Jumlah pendiri minimum 20 orang.
4. Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak di kuasai oleh perorangan dalam jangka panjang.
5. BMT adalah lembaga bisnis,membuat keuntungan tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk membela kaum yang lemah dalam penanggulangan kemiskinan, BMT mengelola dana mal.
b. Profesionalitas
1. Pengelola profesioanal,bekerja paruh waktu,pendidikan S1 minimum D3, mendapat pelatihan pengelolaan BMT, oleh PINBUK dua minggu, memiliki komitmen kerja lima tata cara pendirian BMT penuh waktu, penuh hati, dan perasaannya untuk mengembangkan bisnis dan lembaga BMT.
2. Menjemput pola aktif membaur di masyarakat.
3. Pengelola profesional berlandaskan sifat-sifat amanah, siddiq, tabligh, fathonah, sabar, dan istiqomah.
4. Berlandaskan sistem dan prosedur : SOP sistem akuntansi yang memadai.
5. Bersedia mengikat kerja sama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar (secara cicilan) jasa manajemen dan teknologi informasi (termasuk online system)
6. Pengurus mampu melaksanakan fungsi pengawasan yang efektif.
7. Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan.
c. Prinsip islamiah
1. Menerapkan cita-cita dan nilai-nilai islam (salam : keselamatan, berkeadilan, kedamaian, dan kesejahteraan) dalam kehidupan ekonomi masyarakat banyak.
2. Akad yang jelas.
3. Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas/lugas.
4. Berpihak pada yang lemah.
5. Program pengajian / penguatan ruhiyah yang teratur dan berkala secara berkelanjutan sebagai bagian dari program tazkiah Dai’i Fi-ah Qaliilah (DFQ).
G. AKAD DAN PRODUK BMT
1. Produk BMT
Produk BMT terdiri dari dua jenis, yaitu produk pembiayaan dan produk siampanan.
a. Produk pembiayaan
Pembiayaan yang diberikan oleh BMT pada dasarnya terdiri dari tiga model pembiayaan, yaitu dengan sistem bagi hasil, pembiayaan jual beli dengan keuntungan, dan pembiayaan kebajikan. Pembiayaan merupakan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan pendapatan. Pembiayaan adlah suatu fasilitas yang dibeikan BMT kepada anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulan oleh BMT dari anggotanya. Pembiayaan dalam BMT adalah menganut prinsip syariah, yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah aturan pejanjian berdasarkan hukum islam antara pihak BMT dan dan pihak lain untuk pembiayaan usaha atua kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syaiah.
Dalam pinbuk pembiayaan adalah dana yang ditempatkan BMT kepada anggotanya untuk membiayai kegitatan usahanya atas dasar jual beli dan perkongsian (syirkah). Ada berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, ang kesemuanya itu megacu pada akad syirkah dan jual beli. Dari kedua akad ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh BMT dan anggotanya dan semuanya ini mengacu pada fatwa dewan syaiah nasional (DSN) sebagai pedoman. Diantara pembiayaan yang sudah umun dikembangkan oleh BMT, yakni:
1) Pembiayaan Bai’u Bitsaman Ajil (BBA)
Pembiayaan dengan akad jual beli adalah sautu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan angggotanya, dimana BMT menyediakan dana nya untuk sebuah investasi dan/atau pembelian barang modal dan usaha angotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati.
2) Pembiayaan Murabahah (MBA)
Pembiyaan berakad jual beli dimana prinsip yang digunakan sama seperti pembiayaan bai’u bitsaman ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo.
3) Pembiayaan Mudharabah (MBA)
Pembiayaan dengan akad syirkah adalah perjanian pembiayaan antara BMT dan anggota dimana BMT mnyediaakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
4) Pembiayaan Musyarkah (MSA)
Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara risiko dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan.
5) Pembiayaan Al-Qordul Hasan
Pembiayaan dengan akad ibadah adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggotanya. Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini.
b. Produk simpanan
Dalam menjalankan usaha nya, berbagai akad yang ada pada BMT mirip dengan akad yang ada pada bank pembiayaan rakyat islam. Adapun akad- akad tersebut adalah; pada sistem operasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga keuangan islam adalah (Himpunan Fatwa DSN-MUI. 2003):
1) Giro wadiah, adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari pemanfaataan dana giro oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/IV/2000).
2) Tabungan mudharabah, dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakan nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan lembaga keuangan islam bertindak sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No.02/DSN-MUI/IV/2000).
3) Deposito mudharabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan islam dan mengembangkannnya. BMT bebas mengelola dana (mudharabah mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah juga sebagai shohibul mal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu, nasabah memberi batasan pengunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu. Jenis ini desbut mudharabah muqayyadah.
Bentuk simpanan di BMT sangat beragam sesuai kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut. Dalam pinbuk simpanan tersebut dapat digolongkan:
1) Simpanan pokok khusus
Adalah simpanan pendiri kehormatan, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok khusus minimal 20% dari jumlah modal BMT.
2) Simpana pokok
Adalah simpanan yang harus dibayar oleh pendiri dan anggota biasa ketika ia menjadi anggota. Besarnya ditentukan dalam anggaran dasar BMT.
3) Simpanan wajib
Adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota pendiri dan anggota biasa secara berkala. Besar dan waktu pembayarannya ditentukan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
4) Simpanan sukarela
a) Simpanan sukarela adalah simpanan anggota selain simpanan pokok khusus, sipanan pokok, dan simpanan wajib.
b) Simpanan sukarela dapat disetor dan ditarik sesusi denngan perjanjian yang diatur dalam anggaran rumah tangga dan aturan khusus BMT.
H. TATA CARA PENDIRIAN, STRUKTUR, DAN PERMODALAN BMT
1. Tata Cara Pendirian BMT
Setiap pendirian BMT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Didirikan oleh minimal 20 orang
b. Memiliki visi dan misi bagi pemberdayaan ekonomi umat yang beropersi dengan prinsip-prinsip muamalah sesuai syariat islam.
c. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1) Penghimpunan dana simpanan berdasarkan syariah
2) Pembiayaan usaha pola syariah berdasarkan syariah
3) Pengelolaan dana titipan zakat, infak, sekedah, dan dana simpanan lainnya.
4) Usaha-usaha lain yang halal yang sesuai syariah
d. Modal awal minimal 25 juta rupiah
e. Pengurus/pengelola memiliki wawasan dan pengalamn atau pernah mengikuti pelatihan BMT dan/atau pernah magang di BMT.
f. Pengurus/pengelola berpendidikan diploma atau SLA dan berakhlak mulia.
g. Harus melibatkan tokoh masyarakat setempat.
h. Memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah)
i. Bebadan hukum.
j. Mempunyai tata tertib.
k. Ada rekomendasi PINBUK
Adapun proses pendirian BMT sebagai berikut:
a. Inisiatif para pendiri untuk mendaftarkan BMT
b. Analisis kelayakan oleh PINBUK
c. Pembentukan panitia persiapan BMT
d. Penghimpunan modal awal
e. Rekrutmen calon pengelola
f. Pelatihan / magang
g. Persiapan administrasi perkantoran
h. Persiapan sarana dan prasarana
i. Penyusunan izin legalitas kepada lembaga terkait (Dinas Koperasi dan Koordinasi PINBUK)
j. Permohonan anggota BMK mitra PINBUK
k. Grand opening
2. Struktur BMT
Struktur BMT yang paling sederhana diantaranya terdiri atas hal-hal berikut :
a. Badan pendiri
Badan pendiri adalah orang-orang yang mendirikan dan mempunyai hak prerogatif yang seluas-luasnya dalam menentukan arah dan kebijakn organisasi benteng.dalam halm ini badan pendiri mempunyai hak mengubah anggaran dasar,bahkan sampai membubarkan BMT.
b. Badan pengawas
Badan pengawas adalah badan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan BMT.
c. Badan pengelola
Badan pengelola adalah sebuah badan yang mengelola organisasi dan perusahaan BMT serta dipilih dari dan oleh anggota badan pengawas,badan pendiri,dan perwakilan anggota.
d. Anggota BMT
Anggota BMT adalah orang-orang yang resmi mendaftarkan diri sebagai anggota BMT dan dinyatakan diterima oleh badan pengelola.
3. Sumber modal BMT
Sumber modal BMT dapat diperoleh dari:
a. Simpanan pokok anggota yang hanya dilakukan sekali sebagai tanda keikutsertaan sebagai anggota.
b. Simpanan wajib anggota yang dilakukan oleh anggota secara periodik sesuai dengan kesepakatan dalam jumlah yang sama setiap kali menyimpan.
c. Simpanan sukarela anggota yang dilakukan oleh anggota secara sukarela tanpa ada batasan jumlah dan waktu.
I. KENDALA PENGEMBANGAN BMT
Dalam perkembngan BMT tentunya tidak lepas dari kendala, walaupun tidak berlaku sepenuhnya kendala ini disuatu BMT. Kendal itu sebagai berikut :
1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi oleh BMT.
2. Walaupun keberadaan BMT cukup dikenal tetapi masih banyak masyarakat yang berhubungan dengan lentenir
3. Nasabah yang bermasalah.
4. BMT cenderung menghadapi BMT lain sebagai lawan yang harus dikalahkan, bukan sebagai patner dalam upaya untuk mengelurkan masyarakat dari permaalahn ekonomi yang dihadapi.
5. Dalam kegiatan rutin BMT cenderung mengarahka pengelola untuk lebih berorientasi pada persoalaan bisnis (bussines orientied)
6. Dalam upaya untuk mendapatkan nasabah timbul kecenderungan BMT mempertimbangkan besarnya bunga di bank konvesional.
7. BMT lebih cenderung menjadi baitul tamwil daripada baitul mal .
8. Belum seragamnya pengetahuan BMT tentang fiqh muamalah
J. STRATEGI PENGEMBANGAN BMT
Strategi pengembangan BMT sebagai berikut :
1. Peningkatan SDM
2. Peningkatan teknik pemasaran (marketing)
3. Perlunya inovasi dalam pengelolaan BMT
4. Peningkatan kualitas layanan (layanan prima)
5. Peningkatan pemahaman sistem bisnis syariah (fiqh muamalah)
K. REKOMENDASI PENGEMBANGAN BMT
Ada beberapa rekomendasi yang diusulkan dalam rangka pengembangan BMT, yaitu:
1. BMT sehaarusnya berkosentrasi pada pengelolaan pinjaman kecil kepada usaha-usaha mikro dan kecil dibawah RP.50.000.000,- pada nasabah yang membutuhkan jumlah pinjaman lebih besar sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari bank.
2. BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan bisnis/kewirausaan secara berkala bagi anggota-anggotanya (misalnya melalui pengajian dan rapat-rapat). Kegiatan ini akan membantu menngkatkan modal sosial yang diperlukan guna pengembangan BMT lebih lanjut di indonesia.
3. Departemen koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan merancang dan menandai program-program peningkatan kemampuan bagi BMT yang sesuai dengan sifat-sifat kelembagaannya yang unik dan tujuan sosialnya.
4. Upaya-upaya memberi inspirasi kepada masyarakat agar giat memecahkan masalahmelalui cara-cara yang kreatif dan inovatif masih lemah. Kami mengusulkan agar departemen sosial dan dinas sosial mempertimbangkan penertbitan sebuah buku tentang pribadi usahawan-usahawan sosial. Menciptakan suatu penghargaan yang prestisius juga dapat meningkatkan kebanggan dan kesadaran masyarakat terhadap usaha-usaha sosial.
5. Departemen koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi wilayah yang memuat keterangan mengenai BMT-BMT terkemuka. Versi elektronik (website)juga dapat mempertimbangkan untuk mningkatkan akses terhadap informasi-informasi tersebut. Karena tidak semua BMT berhasil, kalangan BMT tidak mempunyai dana untuk melaksakan upaya-upaya semacam ini.
6. Departemen koperasi seharusnya memperjuangkan peran yang lebih besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan masyarakat.
7. Asosiasi-asosiasi BMT didaerah sebaiknya di reformasi.
8. BMT seharusnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan modal sosial untuk memperluas bisnisnya.
9. BMT harus menjamin dana nasabahnya aman.
10. BMT dimasukan kedalam UU tentang koperasi.
11. Perlu ada UU khusus tentang BMT.
L. STATUS HUKUM BMT
Secara yuridis keberadaan BMT, keberadaan BMT didasarkan UU republik indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 44 ayat 3 yang berbunyi :’’ pelaksanaan kegiatan usah simpan pinjam oleh koperasi di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah ‘’.sedangkan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan hal tersebut adalah PP No. 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi,pasal 23 ayat 1 yang berbunyi :
‘’penghimpunan dana dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan pasal 19 dilakukan dengan pemberian imbalan’’.pemberian imbalan dimaksudkan pasal tersebut di jelaskan oleh penjelasan atas PP No.9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi,yakni berbunyi :’’pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa prinsip bagi hasil’’.
M. BMT DALAM PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH
Menurut Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA guru besarfakultas syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan dosen program doktoral UII mengatakan bahwa maqashid syariah secara harfiah berarti tujuan syariah. Yaitu tujuan – tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan syariah itu sendiri. Menurut Syekh Muhammad Abu Zahrah, ada 3 maqashid syariah yang pokok, yaitu :
1. Mewujudkan kemaslahatan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Mewujudkan keadilan.
3. Mendidik individu.
Maqashid syariah yang berkaitan dengan kemaslahatan perlindungan keberagaman. Perilindungan jiwa dan raga, perlindungan akal, perlindungan keluarga dan terakhir perlindungan harta benda. Itu yang pokok – pokok, dan masih banyak yang lainnya. Contoh, perlindungan keberagaman seperti diwajibkan mengerjakan sholat itu dalam rangka perlindungan agama itu sendiri. Soal ekonomi itu, berarti itu berurusan dengan Mall ( harta benda ) dan mengembangkan harta benda dengan kegiatan – kegiatan ekonomi.
Hal ini bagian dari maqashid syariah termasuk dalam hifzh al – mal ( menjaga harta ). Melindungi itu mempunyai 2 makna, yaitu aktif dan pasif. Melindungi dalam arti aktif, kiita bisa mengembangkan dan menginvestasikannya kedalam kegiatan ekonomi syariah. Sedangkan melindungi dalam arti pasif, adalah jangan sampai kita kekurangan harta.
N. SKALA UKURAN BMT DARI MAQASID SYARIAH
Parameter pengukuran untuk mengetahui tingkat kesejahteraan maka tertentu tidak sekedar mengukur seperti halnya menentukan indeks kemiskinan dengan menggunakan Human Poverty index yang lahir dari pemikiran yang antropesentri atau dengan cara mengukur aspek tersebut dengan cara mengukur masyarakatnya secara keseluruhan berdasarkan geografis tertentu. Kedua modl pengukuran tersebut dirasakan kurang sesuai , maka ditawarkan alternatif ketiga yaitu dengan cara mengukur aspek berbasis rumah tangga. Maka terciptalah sebuah model berikut ini :
Rumah tangga adalah suatu rumah tangga dimana parameter-parameter spiriritualisme, sosial, pendididkan kesejahteraan dan finansia berada pada kondisi yang bagus. Akan tetapi dalam kenyataan jarang sekali terdapat dalam suatu keluarga yang kelima-lima dalam paremeter dalam kondisi yang paripurna sejahtera semuanya, disis yang lain jarang pula ditemukan suatu rumah tangga dimana kesemua dari lima paremneter tersebut berada dalam kondisi prasejahtera. Sehingga muncul pertanyaan, apakah jika satu parameter belum sejahtera, atau karena satu paremeter yang telah mencapai suatu kesejahteraan sementara parameter yang lain belum, maka keluarga tersebut dapat diolongkan sebagai rumah tangga utama.
Cara mengukur parameter dalam sebuah rumah tangga adalah sebagaimana model yang telah digambarkan dalam diagram, maka terdapat bangun segi lima yang berpusat pada suatu titik. Dari situlah pengukuran itu dapat dilakukan. Setiap radian mewakili satu parameter yang diukur, dimana pada satu radian dibuat skala pengukuran dari 5 sampai 25 , dimana pada waktunya nanti dibuat ukuran ukuran yang digunakan untuk ,mengukur tiap skala pada parameter tersebut. Berbeda dengan model keluarga utama yang parameternya menunjukkan skala 25 semuanya, maka menunjukkan bangun segi lima sempurna dengan ukuran terbesarnya, akan tetapi jika suatu keluarga setelah diukur ternyata kelima parameternya berada dalam prasejahtera 2 yang ditunjukkan dalam skala 5 maka keluarga tersebut dapat digambarkan dalam suatu bangun segi lima sempurna, akan tetapi bentuknya kecil.
Skala ukuran dari Maqashid Syariah berkenaan dengan cara mengukur kesejahteraan tersebut sebelumnya kita lihat gambar tentang contoh pengukuran dan proyeksi diatas, meskipun dalam hal ukuran – ukurannya masih perlu dieksplorasi lebih lanjut , akan tetapi untuk mematik diskusi , dalam tulisan ini telah membuat ukuran dengan skala lima mulai dari 5 atau 0,5,10,15,20 dan 25.
Pertama, spiritualitasnya, kendati belum jelas bagaimana mengukur skala sejahteraan spiritualitas suatu masyarakat, ibadahnya dan amal sholehnya, dan bagaimana pula mengukurnya dalam masyarakat yang beragam keyakinan agamanya, akan tetapi sembari menunggu perbaikan lebih lanjut untuk sementara dibuat skor terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan skor 0 atau 5 atau 10 hingga 25.
Kedua, Pendidikan. Aspek ini diujur mukai dari pra sekolah, SD/MI sederajat,SLTP sederajat, SLTA sederajat hingga sarjana sederajat. Pada aspek ini yang diukur adalah tingkat pendidikan keluarga tersebut dengan cara jika dalam kelurga tersebut terdapat ayah-ibu dan anak berusia TK kemudian pendidikan mereka sarjana dan TK maka berarti nilai skornya paling tinggi yaitu 25. Dalam skala pada aspek pendidikan ini yang diukur adalah keberpendidikan orang – orang pada kelurga tersebut sesuai dengan jenjang usianya.
Ketiga, kesejahteraan. Kita bagi menjadi tiga hal,angka kematian bayi, angka kematian ibu dan tingkat konsumsi atau gizi.
Keempat, Sosial. Maka tolok ukurnya adalah keaktifan merka dalam kegiatan masyarakat, aktif dalam membuat komunitas, ikut lembaga arisan , komunitas kerja atau komunitas keagamaan, apakah mengikuti pengajian atau tidak.
Kelima, Finansial keluarga. Dalam finansial ini kelurga yang tidak bisa memenuhi biaya hidupnya (konsumsi) artinya dalam hidupnya selalu kekurangan. Dalam finansial sekarang semakin boros masyarakatnya, semakin makmur masyarakatnya. Semakin belanja, semakin makmur. Ukuran seperti ini masih bersifat blas. Untuk finansial ini , untuk ukuran desa, kita masih belum menemukan. Telah kita pahami bersama bahwa mengukur kesejahteraan finansial kelurga berbasis pedesaaan dengan cara mengukur tingkat konsumsinya adalah tidak valid, karena banyak sekali kebutuhan masyarakat desa yang telah tercukupi tanpa harus melakukan transaksi keuangan sehingga mengukurnya berdasar konsumsi masyarakatnya akan menimbulkan bias.
BAB III
KESIMPULAN
Kata baitul mal adalah berasal dari bahasa arab yang berarti rumah harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang diadakan dalam pemerintahan islam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau, suatu lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat islam.
Sejarah berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakasa mengenai bank syariah, yang diawali dengan Loka karya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Hasil MUNAS membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992.
BMT memiliki fungsi yaitu:
a. Penghimpun dan Penyalur Dana.
b. Pencipta dan Pemberi Likuiditas.
c. Sumber pendapatan.
d. Pemberi Informasi.
e. Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Adapun fungsi BMT dimasyarakat yaitu:
a. Meningkatkan kualitas SDM anggota , pengurus dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai dan sejahtera), dan amanah.
b. Mengorganisai dan memobiliasi dana sehingga dan ayang dimiliki oelh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal didalam dan diluar organisai untuk kepentingan rakyat banyak.
c. Mengembangkan kesempatan kerja.
d. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. Memoerkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Murtadho, Ali. Ghofur, Abdul, dkk., “ Menuju Lembaga Keuangan Yang Islami dan Dinamis “ ., Ed – 1., Semarang : Rafi Saranita Perkasa ( RSP )
Dr. Mardani., “ Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia “ ., Ed – 1 ., Jakarta : Prenadamedia Group, Mei 2015
Huda Nurul, dkk. “ Keuangan Publik Islami “ ., Ed – 1 ., Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Agustus 2012
Huda Nurul. dan Moh Heykal., “ Lembaga Keuangan Islami “., Ed – 1 , Mei 2010., Ed – 2 , April 2013., Jakarta : Kencana Prenada Media Group.