HADIS TARBAWI
Tujuan,
cita-cita, dan harapan setiap anak didik sejak kecil perlu ditumbuhkan dalam
pendidikan, agar sejak dini anak didik terarah, kemampuan, hobi, dan bakatnya
terutama pada jenjang pendidikan yang akan dilaluinya. Setiap aktivitas yang
dilakukan manusia harus ada harapan dan tujuan, tak ada manfaatnya sebuah
aktivitas tak ada arah tujuan yang dicita-citakan, apalagi berurusan dengan
pendidikan. Manusia hidup yang sukses memang harus mempunyai cita-cita, tujuan
dan harapan yang menggairahkan semangat kerja, semangat usaha, dan semangat
berlatih dan belajar.
Sebagian orang
mengatakan, bahwa hidup tanpa cita-cita bagaikan langit tanpa bintang.
Cita-cita yang digantung seorang pelajar hendaknya lebih tinggi dan lebih
besar, jangan lebih kecil. Cita-cita yang besar inilah yang akan membuat
seseorang menjadi besar.
Untuk mendalami
hadist tentang tujuan, cita-cita dan harapan bagi pelajar (pencari ilmu)
berikut ini akan dipaparkan secara sistematik yaitu cita-cita pelajar, ingin
menjadi mukmin yang kuat dan kesuksesan ilmu sehingga menjadi orang yang
berguna.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadist Tujuan Pencari Ilmu (Pelajar)
1.
Pengertian Tujuan
Tujuan adalah
arahan atau haluan yang menjadi dasar dalam
mencapai sesuatu yang dituju.[1] Segala
sesuatu haruslah senantiasa memiliki landasan
niat atau maksud tujuan yang jelas, terencana, dan dapat dicapai dengan
usaha yang sungguh-sungguh. Sebagaimana hadist Rasulullah yang berbunyi:
اِنَّمَا الْاَعْمَا لُ بِا النِّيّاَتِ
وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى .
“Sesungguhnya
segala sesuatu itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu
akan mendapatkan apa yang ia niatkan ”
2.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal
dari kata bahasa arab عَلِم
artinya
mengetahui. Menurut istilah ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersebut
sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna.[2]
Adapun
pengertian ilmu menurut filsafat yakni akumulasi atau kumpulan pengetahuan yang
dapat berasal dari ide, pengalaman, observasi, intuisi, dan yang berasal dari
wahyu dalam suatu ajaran agama.[3] Jadi,
tujuan menuntut ilmu pengetahuan adalah:
1.
Hadits Pertama
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ
وَجْهُ اللهِ عَزَّوَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُصِيْبَبِهِ
عرضاً مِنَ الدُّنْيَا
لَمْ يَجِدِعَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَعْنِي : رِيْحَهَا .(
رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ ).
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah saw.
bersabda :“ Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya
bertujuan untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya
dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan atau kekayaan duniawi, maka ia
tidak akan mendapatkan baunya surga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu
Daud).
Penjelasan Hadits
Diantara keutamaan belajar dan mengajar ilmu karena
Allah Swt yang diterangkan oleh penulis Rahimahullah
adalah dengan mencantumkan hadis dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Saw telah
bersabda Barang siapa mempelajari ilmu yang diharapkan dengan ilmu tersebut
mendapatkan ridho Allah Swt namun ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan
kekayaan dunia maka ia tidak akan mencium wangi surga di hari kiamat nanti.
Dari penjelasan hadits di atas dijelaskan bahwa orang
yang menuntut ilmu yang tidak dilandasi karena Allah maka orang itu tidak akan
mencium bau surga di akhirat nanti apalagi memasukinya. Mereka yang menuntut
ilmu hanya untuk mencari kedudukan atau harta kekayaan saja tidaklah ada
gunanya sama sekali untuk akhirat namun itu hanya berguna di dunia saja. Orang
yang mencari ilmu yang tidak berdasarkan niat karena Allah , mereka menganggap
bahwa dunia dan mendapatkan harta kekayaan merupakan tujuan utama dalam hidup
mereka. Namun, seharusnya menuntut ilmu itu harus berdasarkan niat karena
Allah, hanya karena Allah untuk mencapai ridho-Nya agar menyelamatkan dirinya
di akhirat kelak. Dari hadist tersebut ilmu terbagi menjadi dua bagian yaitu
ilmu agama dan ilmu dunia.[4]
Adapun tujuan
menuntut ilmu pengetahuan menurut Imam
Ghazali, yaitu[5]:
1.
Menuntut ilmu sebagai
bekal di Akhirat yang tujuannya karena
Allah dan untuk mencapai ridhoNya dan kesalamatannya di Akhirat. Tujuan
tersebut termasuk orang yang beruntung.
2.
Menuntut ilmu dengan
bertujuan untuk membantu kehidupan sementara atau menuntut ilmu supaya
mengangkat kemuliaan dirinya, kedudukan dan harta dunia namun dia mengetahui bahwa
dia menuntut ilmu itu tidak karena Allah, tetapi dia merasakan bahwa dalam
tujuannya tidak baik dan jelek. Tujuan tersebut termasuk orang yang
membahayakan karena kematianya sebelum
dia bertaubat.
3.
Menuntut ilmu dengan
dikuasai setan , yaitu tujuannya menjadikan ilmunya sebagai pintu untuk
memperbanyak harta dunia dan membanggakan
pangkat, kemuliaan dan kekayaan, tujuan menuntut ilmu itu untuk
menjadikan ilmunya sebagai jalan untuk
memenuhi apa yang diinginkan dan menyombongkan dirinya kepada Allah dan
berpenampilan sebagai ulama dalam berkata, padahal hatinya diselimuti dengan
dunia. Tujuan tersebut termasuk orang yang celaka atau binasa.
Adapun tujuan menuntut ilmu pengetahuan, yaitu :
a.
Melaksanakan perintah
Allah Swt,
b.
Memperbaiki diri dan akhlak,
c.
Mensyukuri nikmat dari
Allah Swt,
d.
Memudahkan dalam
kehidupan,
e.
Sebagai petunjuk dalam
memutuskan suatu perkara.
Aspek tarbawi dalam hadits tersebut
mengandung perintah untuk belajar dan mengajar terhadap sesama manusia yang
dilandasi niat hanya karena Allah yang bertujuan untuk mencari ridho Allah
yakni dengan menuntut ilmu. Dengan ilmu maka akan dapat memikirkan alam
semesta. Untuk
mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat, serta agar
mendapat ridho dari Allah Swt dan
memudahkan dalam kehidupan dunia dalam beraktivitas sehari-hari.
2.
Hadits Kedua
مَنْ اَرَا
دَالدَّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ اْلاَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِا
لْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ كلاَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ.
“Barang siapa yang menginginkan hal ihwal
dunia, maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa yang menginginkan hal ihwal
akhirat, maka hendaklah ia berilmu juga, dan barang siapa yang hendak
kedua-duanya, maka hendaklah (semuanya) berilmu (dengan ilmu) ”.
Dari hadits diatas telah jelas bahwa segala
sesuatu itu membutuhkan adanya ilmu. Karena ilmu bagaikan nur atau cahaya yang
akan menunjukkan kepada jalan kehidupan yang benar dan lurus. Tanpa ilmu
seseorang akan sukar membedakan yang haq dan bathil.[6]
Ilmu laksana pelita yang memberi penerangan
bagi kehidupan seseorang. Ilmu yang baik dan dimanfaatkan untuk kebaikan akan bermanfaat bagi kemaslahaan ummat.
Sebaiknya seandainya ilmu tersebut digunakan untuk kejahatan, maka yang timbul
hanyalah kerusakan dan petaka pada ummat.
Aspek tarbawi dalam hadits tersebut diatas
sangat jelas akan perintah menuntut ilmu pengetahuan dan terlebih menuntut ilmu
tentang akhirat. Karena segala hal di dalam kehidupan ini, tidak lepas dari
petunjuk ilmu dan pengetahuan yang menjadikan kita tahu akan segala sesuatu.
B.
Definisi
Cita-Cita.
Cita-cita
adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depanya, ada juga yang
mengartikan bahwa cita-cita adalah tujuan hidup dan ada juga yang menganggap
cita-cita itu hanyalah mimp ibelaka.
Cita-cita
sebagai tujuan hidup di definisikan bahwa cita-cita di jadikan sebagai bahan
bakar yang akan terus membakar semangat untuk melangkah maju dengan tujuan
hidup yang jelas dan untuk mencapai kesuksesan.
Sebaliknya
orang yang menganggap cita-cita adalah mimpi ialah mereka yang sangat merugi.
Mengapa demikian? Karena bagi mereka cita-cita tak lebih dari khayalan atau
mimpi pengantar tidur tanpa api yang dapat membakar keinginan untuk melangkah
maju.
Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia cita-cita adalah keinginan,harapan,tujuan yang selalu
ada dalam fikiran.
Dari definisi
di atas dapat di simpulkan bahwa cita-cita adalah suatu keinginan yang selalu
di dambakan seseorang, yang muncul dari hati mereka dan tekad untuk mencapai
kesuksesan di masadepan.
C.
Tujuan
Cita-Cita
Tujuan
cita-cita dapat di ibaratkan seperti membangun rancangan bangunan kehidupan
seseorang. Tujuanya yaitu bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan,
semen ilmu,dan pasir potensi diri.
Di samping
cita-cita mempunyai manfaat cita-cita juga mempunyai tujuan.
Tujuan
cita-cita adalah sebagai berikut :
1.
Memberikan
tujuan dan harapan serta impian hidup.
2.
Sebagai
pengarah untuk melangkah maju.
3.
Penyemangat
untuk meraih sesuatu.
4.
Sebagai titik
focus yaitu kesuksesan hidup
D.
Cita-Cita Pelajar
Dari Abdillah bin Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak
iri (hasut) yang diperbolehkan, kecuali pada dua orang; seseorang yang diberi
kekayaan harta oleh Allah, lalu dikuasakan atas belanjakannya pada jalan
kebenaran. Dan seseorang yang diberi hikmah (ilmu yang bermanfaat) oleh Allah
SWT, ia amalkan dan ia ajarkannya kepada orang lain”. (HR. Muttafaq Alayh)
Penjelasan
Hadits
Hadist ini menjelaskan ada dua hasut (iri hati) yang
diperbolehkandalam Islam. Pertama, harta benda seseorang yang didermakan
dijalan Allah. Kedua, ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang dan
kemudian diamalkan dan diajarkan.[7]
Hasut atau iri disini diartikan ghibthah yang diperbolehkan bukan hasut syar’i
yang terlarang. Ghibthah artinya sebagai berikut:
Cita-cita
seseorang memiliki seperti nikmat ini serta utuhnya nikmat itu bagi pemiliknya.
Berbeda
iri atau hasut syar’i yang terlarang, yaitu:
Mengharapkan
lenyapnya nikmat dari orang lain.
Iri ghibthah seperti di atas diperintahkan bagi setiap orang
karena termasuk bagian dari berbalap dalam kebaikan, terutama bagi pelajar
perlu mempunyai cita-cita yang tinggi supaya dapat memotivasi hidup dalam
perjuangan mencapai cita-cita yang tinggi itu. Dalam mendidik anak sejak kecil
perlu ditumbuhkan cita-cita, agar dapat mendorong lebih giat belajarnya dan
terarah jenjang serta jurusan pendidikan yang akan ditempuh.
Iri ghibthah identik dengan cita-cita atau harapan ingin
menjadi orang sukses seperti orang lain yang telah sukses. Cita-cita yang
diinginkan konkret karena telah melihat bukti nyata di tengah-tengah
masyarakat. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist ada dua macam bentuk iri
atau cita-cita yang diinginkan, yaitu:[8]
a.
Ingin Menjadi Seseorang yang Sukses dalam Harta
Pada
hadist di atas disabdakan Nabi SAW:
“Seseorang
yang diberi kekayaan harta oleh Allah, lalu dikuasakan atas belanjakannya pada
jalan kebenaran”.
Dalam
Bukhari dan Ahmad riwayat Ibnu Umar:
“Ia
dermakan sepanjang malam dan sepanjang siang”.
Harta itu didermakan di jalan kebaikan sepanjang waktu, seluruh
hartanya baik yang kecil maupun yang besar didermakan di jalan Allah, bukan
untuk maksiat dan bukan disia-siakan yang tidak ada manfaat dunia akhirat.
Seseorang boleh berkeinginan menjadi seorang sukses dalam usaha,
sukses dalam materi, kemudian ia bisa membelanjakan ke jalan kebaikan dan
kebenaran. Dalam Islam harta itu selain dibelanjakan untuk kepentingan pribadi
juga kepentingan keluarga secara seimbang dan adil. Harta itu selain
dibelanjakan untuk kepentingan keluarga juga untuk kepentingan sosial di jalan
Allah. Seseorang ank boleh mempunyai cita-cita ingin menjadi pengusaha yang
sukses yang mendermakan hartanya ke jalan kebaikan seperti orang itu. Anak juga
boleh mempunyai cita-cita menjadi seorang dokter, insinyur, menteri, gubernur,
dan lain-lain. Harta dan jabatan itu nanti akan dibelanjakan ke jalan kebaikan
atau untuk membantu sosial keagamaan seperti membantu pembangunan masjid,
pesantren, madrasah fakir miskin, dan yatim piatu.
b.
Ingin Menjadi Seorang Sukses dalam Ilmu
Rasulullah
SAW menjelaskan iri yang diperbolehkan kedua sebagai berikut:
“Dan
seorang yang diberi hikmah (ilmu yang bermanfaat) oleh Allah SWT, ia amalkan
dan ia ajarkan kepada orang lain”.
Cita-cita kesuksesan ilmu dalam hadist di atas jatuh urutan kedua
sesuai dengan cita-cita dan keinginan manusia pada umumnya. Mayoritas mereka
lebih berpihak ingin sukses dalam materi atau jabatan daripada ilmu, padahal
kesuksesan ilmu ini sebagai kunci kesuksesan yang lain termasuk materi juga.
Iri yang diperbolehkan kedua adalah bercita-cita ingin seperti
seorang yang diberi ilmu yang banyak dan bermanfaat, diamalkan dan diajarkan
kepada orang lain.
Pelajaran
yang Dipetik dari Hadist
a.
Iri
hati di sini dimaksudkan ghibthah, yaitu memiliki cita-cita kebaikan
seperti yang dimiliki orang lain adalah suatu anjuran dalam agama dan bagian
dari berlomba dalam kebaikan.
b.
Anjuran
memiliki cita-cita yang tinggi bagi para pelajar agar dapat memotivasi
meraihnya dengan belajar yang sungguh-sungguh.
c.
Dengki
yang tercela yakni mengharapkan hancurnya nikmat orang lain adalah sebuah
penyakit sosial yang berbahaya dan mengancam tegaknya persatuan umat.
d.
Anjuran
bersifat murah tidak bakhil terhadap harta yang telah diberikan Allah.
e.
Anjuran
mempelajari ilmu yang bermanfaat diamalkan dan diajarkan.
C.
Kesuksesan
Ilmu
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Ingatlah bahwa dunia ini terkutuk, dan semua yang ada di dalamnya
juga terkutuk, kecuali zikrullah dan sesuatu yang dicintai-Nya, orang alim
(orang yang berilmu) dan orang yang belajar ilmu.
Penjelasan
Hadist
Hadis ini bimbingan Rasulullah SAW terhadap umatnya, bagaimana
bersahabat dengan dunia dan harta benda yang ada di sekitarnya. Dunia dan harta
benda tidak seluruhnya membahagiakan manusia dan tidak seluruhnya menyelamatkan
manusia dari penderitaan. Oleh karena itu, dunia dan harta benda yang telah
dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah nanti, dari mana dan
untuk apa dibelanjakan dengan dimiliki.
Pada hadist di atas menjelaskan bagaimana kaitannya dengan para
pelajar yang menuntut ilmu atau para guru yang mengajarkannya. Bolehkah
menuntut ilmu atau mengajarkannya dengan motivasi ingin mendapatkan atau ingin
mencapai harta benda didunia.[9]
Rasulullah
SAW bersabda:
“Ingatlah,
bahwa dunia ini terkutuk, dan semua yang ada di dalamnya juga terkutuk.
Kata ingatlah faedahnya untuk memperkuat isi kalimat setelahnya,
agar manusia lebih memerhatikan apa yang akan disampaikan. Maksud dunia ini
terkutuk adalah dibenci oleh Allah atau dijauhkan dari rahmat Allah. Demikian
juga isinya, seperti kemewahan harta benda, jabatan, dan wanita.
Harta benda pada umumnya menjauhkan Allah, melupakan Allah dan
tidak mendamaikan prsaudaraan. Bahkan akan merusak dan membinasakan pemiliknya.
Kecuali zikrullah, orang alim (berilmu) dan orang yang belajar ilmu.
Sebagian riwayat seperti periwayatan Ibnu Majah, dunia terkutuk dan
tercela kecuali tiga hal sebagai berikut.
1.
Dunia
yang disertai zikir kepada Allah, artinya dunia yang mengingat Allah dan dunia
yang tidak melupakan perintah Allah.
2.
Sesuatu
yang mendekati zikir atau yang dicintai Allah, yakni amal shaleh dan sesamanya
seperti menjalankan segala perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
3.
Orang
alim atau orang yang belajar ilnu, maksudnya ilmu yang bermanfaat yakni ilmu
yang diamalkan dan diajarkan, diamalkan untuk dirinya dan diajarkan untuk orang
lain.
Pelajaran yang Dipetik dari Hadist
1.
Anjuran
menuntut ilmu dan mengajarkannya.
2.
Menuntut
ilmu dan mengajarkannya untuk bekerja secara profesional dan halal tidak
termasuk dunia yang tercela.[10]
3.
Kesuksesan
dunia tidak menghalangi keikhlasan dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya asal
berniat mencari ridha Allah dan untuk kemaslahatan umat.
4.
Menuntut
ilmu dan mengajarkannya untuk mencari pekerjaan dunia menjadi terkutuk jika
tidak disertai zikir atau melaksankan perintah Allah.
5.
Anjuran
mencari kesuksesan dunia dan kesuksesan akhirat secara seimbang.
E. PengertianHarapan
Harapan
dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan
supaya sesuatu itu terjadi. Didalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan
diharapkan, manusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain diluar dirinya
sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakuka dan
ditungguhasilnya.
Jadi,yang
diharapakan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lainnya.
Bahkan harapan itu tidak bersifat egosentris berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya bersifat
egosentris, usahanya adalah memiliki. Harapan tertuju kepada “Engkau” sedankan
keinginan“aku”, harapan itu ditutunjukkan kepada orang lain atau kepada Tuhan.
Keinginan itu untuk kepentingan dirinya meskipun pemenuhan keinginan itu
melalui pemenuhan keingingan orang lain. Misalnya melakukan perbuatan sedeqah
kepada orang lain: orang lain terpenuhi keinginan dan sekaligus orang yang
bersedeah juga terpenuhi keiinginannya, yaitu kebahagiaan sewaktu berbuat baik
kepada orang lain.
Menurut macam-macamnya ada harapan yang optimis dan ada harapan yang
pesimistis (tipis harapan). Harapan yang
optimis artinya sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang
dapat dianalisis secara rasioal, bahwa sesuatu yang akan terjadi bakal muncul. Dalam
harapan pesimis tanda-tanda rasional tidak bakal terjadi.
Harapan itu ada karena manusia itu hidup penuh dengan dinamikanya, penuh dengan
keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk
setiap orang berbeda-beda kadarnya. Orang yang wawasan berfikirluas, harapannya
pun akanluas. Demikian pula orang yang berwawasan pikiran sempit,maka akan sempit
pula harapannya.
Besar kecilnya harapan sebenarnya tidak di tentukan oleh luas atau tidak nya
wawasan berfikir seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol
jenis, macam, dan besar kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat,
jenis dan besarnya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah.
Kepribadian yang kuat akan mengontrol harapan seefektif seefesien mungkin sehingga
tidak merugikan bagi dirinya atau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa
depan, bagimasa di dunia atau di masa akhirat kelak.
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau berkerja kerasnya
seseorang. Orang yang berkerja keras akan
mempunyai harapan yang besar untuk memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya
kurang, biasanya disertai dengan bantuan unsur dalam, yaitu berdoa.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa didalam menuntut ilmu harus mempunyai suatu niatan, tujuan,
maksud yang jelas, tertata, terencana, dan diwujudkan dalam proses yang nyata.
Suatu tujuan akan memberikan gambaran dan menjadi tuntunan sekaligus arahan bagi tercapainya dan terlaksananya niatan dalam
menuntut ilmu. Baik dalam menuntut ilmu duniawi, yang dapat bertujuan untuk
mencari penghidupan dan bagian dari keduniaan tersebut, sehingga menjadi lebih
baik dan meningkatkan nilai semangat dalam beribadah untuk mencapai akhirat dan
ridho-Nya. Ataupun menuntut ilmu ukrawi adalah sesuatu yang paling utama.
Karena ilmu tersebut akan membawa kepada keselamatan dunia dan akhirat.
Selain itu
seorang pelajar harus memiliki cita-cita dan harapan yang tinggi supaya dapat
memotivasi hidup dalam perjuangan mencapai cita-cita yang diinginkan. Dalam
hadist yang telah dijelaskan di atas ada dua macam bentuk cita-cita yang
diinginkan seorang pencari ilmu, yaitu: ingin menjadi seorang yang sukses dalam
harta dan ingin menjadi seorang yang sukses dalam ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Khon,
Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Falah, Ahmad. 2010. Hadits Tarbawi.
Kudus: Nora Media Enterprise.
Saebani,Beni Ahmad dan Hendra Akhdiyat. 2009. Ilmu
Pendidikan Islam. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Hasbiyallah dan Moh Sulhan. 2015. Hadits
Tarbawi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
[1] Beni Ahmad
Saebani dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009), hal. 56.
[2] Ibid.,
hal. 58.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
hal. 35.
[4] Hasbiyallah
dan Moh Sulhan, Hadits Tarbawi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015),
hal. 142.
[5] Ibid.,
hal. 147.
[6]
Ahmad Falah, Hadits
Tarbawi, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010), hal. 204.
[7] Abdul Majid
Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), hal. 161.
[8] Ibid.,
hal. 162.
[9] Ibid.,
hal. 172.
[10] Made Pidarta, Landasan
Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 78.