ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


                                                                      PEMBAHASAN
Relasi Sains Dan Agama
            Dalam sejarah peradaban barat, konflik antara kalangan  intelektua versus agamawan (katolik) mencapai klimaks ketika Nicolas Copernicus (1473-1543) mengemukakan hasil riset astronomisnya, yaitu matahari sebagai pusat alam semesta atau dikenal dengan teori helio-sentris. Kemudian, temuan Copernicus itu diperkuat oleh riset Galileo-Galilei (1564-1642) lewat teleskopnya. Temuan tersebut sontak membuat kalangan gereja menjadi berang, karena bertolak belakangan dengan doktrin gereja yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat alam  semesta atau dikenal dengan geo-sentris.
Sebagaimana kita diketahui, pada abad pertengahan gereja memiliki otoritas tingggi dan penuh disegala lini kehidupan yang menuntut loyalitas umat terhadapnya. Adalah suatu kewajaran jika pihak gereja geram dengan segala perilaku yang berani menggugat doktrin yang mapan. Sebab, hal tersebut secara sosial-pollitik dapat merugikan pihak gereja, seperti kehilangan otoritas, memicu gerakan-gerakan perlawanan lainnya dan secara ototmatis berdampak pada stabilitas perekonomian gereja. Namun, apa boleh buat, pihak gereja geram dengan segala perilaku yang berani menggugat doktrin yang mapan. Sebab, hal tersebut secara sosial-politik dapat merugikan pihak gereja, seperti kehilangan otoritas, memicu gerakan-gerakan perlawanan lainnya dan secara otoritas berdampak pada stabilitas perekonomian gereja. Namun, apa boleh buat, pihak gereja tak mampu membendung gelombang perlawanan dari kalangan intelektual yang menuntut independensi nalar dalam rangka mewujudkan otonomi ilmu pengetahuan.
            Otonomi ilmu pengetahuan dari otoritas gereja melahirkan kebebasan akademik dan kebebasan nimbar akademik. kebebasan akademik adalah kebebasan para akademisi dan saintis untuk melakukan kajian-kajian ilmiah tanpa ada intervensi baik yang datang dari ranah politik maupun agama. Sedangkan kebebasan mimbar akademik adalah kebebasan para akademisi yang memiliki wibawa keilmuan untuk memaparkan atau mempertanggung jawabkan temuan-temuan ilmiah melalui mimbar (ex cathedra).
            Dengan terwujudnya otonomi ilmu pengetahuan. Maka terjadilah peralihan bandul sejarah masyarakat eropa yang sebelumnya menganut teosentrime ( tuhan sebagai pust kehidupan) menjadi antroprosentrisme (manusia sebagai pusat kehidupan ). Keberadaan manusia sebagai pusat kehidupan, secara perlahan peran tuhan semakin terpinggirkan menuju tepian sejarah. Manusia sebagai lokus kehidupan sendiri semakin dinamis dan progresif, terutama pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan dan berbagai temuan ilmiah lainnya.
            Memakai kategori wilhelm diyhey, pengembangan ilmu pengetahuan terdiri atas dua jenis yaitu geisteswissenschaften ( ilmu pengetahuan ssosial-humaniora) dan naturwissenschaften ( ilmu pengetahuan alam ) atau sains modern. Dalam tulisan ini kita hanya membahas naturwissenschaffen dan pola relasinya dengan agama.
Naturwissenschaffen yang dikukuhkan fondasinya oleh immanuel kant mengalami pengembangan pesat dalam meyingkap rahasia semesta dan menentukan kebenaran secara objektif. Kalau kita mengukur pengembangan itu dari zaman modern, maka ia bermula dari isac newton melalui hukum gravitasi dan konsep ruang waktu hingga berbagai temuan sains mutakhir ini seperti neuro-sains.
Jika di teropong lebih jauh, nterval waktu; dari modern ke sekarang, kita akan menemui para saintis sepaket dengan teori / hukum yang di temuinya, seperti pascal, Carolus Lineus (klasifikasi dalam biologi), Kapler, C. Darwin (teori evolusi), mendel (genetika), albert einstein ( teori relativisme), Neil Bohr ( teori kuantum ), Stephen Hawking ( teori black hole and brief of time) dan lain-lain.

            Kebangkitan sains modern ternyata secara diam-diam diintip oleh agama. Agama yang diharapkan mati, kini kembali mencuat ke permukaan. Jika sebelumnya sains modern hanya bertikai dengan katholik, maka saat ini islam dan agama lainnya pun turut serta di dalam arena itu. Sepertinya agama tidak rela hanya dikkurung dalam persoalan-persoalan teologis., karena di dalam teks suci agama-agama juga tercantum fenomena-fenomena kealaman ( ayat kuniyah), meskipun bersifat normatif atau hanya sekedar memberikan prinsip-prinsip umum.
Selain itu, hal lain yang membuat kalangan agamawan geram aalah ranah sains modern dikuasai oleh aliran positivisme, materialisme, bahkan muncul bentuk yang ektrem yaitu saintisme yang sama sekali tidak menyisakan ruang bagi agama. Akibatnya relasi alam semesta dengan dimensi transedental mengalami keterputusan epistemologis.
Para saintis (yang sekular) bekerja secara ilmiah dengan metode dan teori-teori, bukan dengan ayat-ayat suci. Mereka tidak memperdulikan apakah temuan-temuan ilmiah dapat berkontribusi bagi kepentingan hidup manusia.
 Mengamati perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan semakin dinamis sertai dengan kebangkitan agama semakin meningkat, maka secara diskursus turut mempengaruhi pola relasi sains dan agama yang berkembang di kalangan saintis dan agamawan., yaitu :
1.      Konflik/ konfrontatif. Dalam pola ini, relasi sains dan agama saling serang satu sama lain. Dikalangan saintis, agama itu dipenuhi oleh mitos, ilusi, bertentangan dengan akal sehat dan tak dapat di ukur secara saintifik. Sigmund Freud, misalnya dalam buku “ The Future of an Illusion” menjelaskan bahwa tuhan yang di sembah oleh manusia hanyalah sebuah khayalan atau ilusi yang di gunakan sebagai perlindungan diri ( self-protection). Tokoh lainnya yang paling vokal menyerang agama adalah Richard Dawkins yang menulis buku “ The God Delusion”.
Demikian dengan agamawan pun menyerang para saintis. Bagi mereka, para saintis ini terkungkung dalam mateerialisme dan tidak memahami realitas secara utuh. Di sini, kalangan aintis yang mendapat serangan agamawan adalah saintis yang bermazhab darwinisme atau penganut teori evolusionisme dan creasionism.
2.      Integratif. Pola ini hendak mengintegrasikan berbagai temuan ilmiah dengan ayat-ayat suci atau dikenal dengan istilah “cocokologi” (ilmu yang mencocokkan segala sesuatu). Dalam integrasi, agama menyumbangkan ajarannya pada ilmu pengetahuan sebaaliknya, ilmu pengetahuan menghadiahkan penemuannya pada agama. Para saintis yang telah berhasil menemukan teori baru, lalu di sambut oleh agamawan untuk diidentifikasi apakah teori itu sealun-seirama dengan ayat suci.
Agama adalah suatu sistem kepercayaan pada tuhan yang di anut oleh sekelompok manusia dengan sellu mengadakan interaksi dengannya. Agama tidak hanya sekedar agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dan segala aspeknya. Dalam agama, harus ada perealisasikan dalam kehidupan manusia dengan mematuhi ajaran agama yang telah di anut manusia tersebut sehingga manusia yang memang benar-benar mematuhi ajaran agama akan mendapatkan balasannya kelak di akhirat.
Sains adalah pengetahuan yang logis dan di dukung oleh bukti empiris, namun pada dasarnya pengetahuan sains tetaplah suatu pengetahuan yang berdaarkan pa buku nyata (bukti empiris), dan banyak masyarakat beranggapan bahwa sains itu hanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Sains dan agama merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak menutup kemungkinan kedua hal ini memiliki persaamaan. Sains berusaha untuk mengungkap rahasia alam sehingga kita lebih mengenalnya, dan dari pengenalan ini kita berharap bisa memanfaatkan alam untuk kepentingan dan hidup manusia. Sedangkan agama muncul karena spirit pengabdian kepada tuhan. Melalui pengabdian itulah manusia melakukan berbagai ritual, perintah dan larangan sesuai dengan firman tuhan melalui kitab sucinya.
Persamaan sains dan agama :
Sains dan agama mempunyai beberapa persamaan, diantaranya :
1.      Keduanya merupakan sumber atau wdah kebenaran (obyektifitas) atau bentuk pengetahuan.
2.      Dalam mencari bentuk kebenaran tersebut masing-masing mempunyai metode, sistem dan mengolah obyeknya hingga tuntas.
3.      Sains bertujuan mencari kebenaran tentang mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan eksistensi tuhan atau allah. Dan agama bertujuan utnuk kebahagian umat manusia di duinia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak itu. Baik itu mengenai manusia alam maupun tuhan atau allah itu sendiri.

Perbedaan sains dan agama
Sains dan agama juga mempunyai perbedaan, diantaranya :
1.      Sumber kebenaran sains itu berasal dari manusia itu sendiri dalam arti pikiran, pengalaman, dan intuisinya. Sedangkan sumber kebenaran agama adalah dari allah, karena itu bersifat vertikal transdental.
2.      Pendekatan kebenaran sains dengan jalan riset pengalaman dan percobaan sebagai tolak ukurnya. Sedangkan pendekatannya kebenarannya agama dengan berpaling kepada wahyu allah yang dikodifikasikan dalam kitab suci.
3.      Sifat kebenaran sains adalah positif ( sampai saat ini) dan nisbi (relatif). Sedangkan sifat kebenaran agama adalah mutlak (absolut), karena bersumber dari dzat yang maha benar yaitu allah.
4.      Tujun sains hanyalah bersifat teoritis dan umumnya pengalamannya untuk tujuan ekonomi praktis atau untuk kenikmatan jasmani manusia. Sedangkan tujuan agama adalah kedamaian, keridhoan, keselamatan dalam islam istilahnya “salam” seperti ucapan allah pada ahli surga di akhirat.

KESIMPULAN
Agama adalah suatu sistem kepercayaan pada tuhan yang di anut oleh sekelompok manusia dengan sellu mengadakan interaksi dengannya. Agama tidak hanya sekedar agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dan segala aspeknya. Dalam agama, harus ada perealisasikan dalam kehidupan manusia dengan mematuhi ajaran agama yang telah di anut manusia tersebut sehingga manusia yang memang benar-benar mematuhi ajaran agama akan mendapatkan balasannya kelak di akhirat.
Sains adalah pengetahuan yang logis dan di dukung oleh bukti empiris, namun pada dasarnya pengetahuan sains tetaplah suatu pengetahuan yang berdaarkan pa buku nyata (bukti empiris), dan banyak masyarakat beranggapan bahwa sains itu hanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Sains dan agama merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak menutup kemungkinan kedua hal ini memiliki persaamaan. Sains berusaha untuk mengungkap rahasia alam sehingga kita lebih mengenalnya, dan dari pengenalan ini kita berharap bisa memanfaatkan alam untuk kepentingan dan hidup manusia. Sedangkan agama muncul karena spirit pengabdian kepada tuhan. Melalui pengabdian itulah manusia melakukan berbagai ritual, perintah dan larangan sesuai dengan firman tuhan melalui kitab sucinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah : relasi sains dan agama, Jakarta : Gema Insani Press, 1999
Shihab,M. Quraish, Tafsir Al Mishbah, Volume 1, Jakarta : Lentera Hati, 2002

Postingan populer dari blog ini

HADIS TARBAWI

Teks ceramah pidato kuliah tujuh menit KULTUM

Biografi Ibnu Abbas dan Tafsir di riwayatkan Fairuzzabaddi