Positivisme Logis :Ayer (1910-1989) FILSAFAT KONTEMPORER


1.      Positivisme Logis Ayer
Positivisme logis merupakan salah satu aliran baru dalam perkembangan filsafat di abad 20-an. Persamaan positivisme kalsik dan positivisme logis ialah keduanya sama-sama menjungjung tinggi sains dan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan yang objektif-rasional. Sedangkan perbedaannya adalah apabila positivisme klasik lebih menaruh  perhatian pada bidang pengaturan social masyarakat secara ilmiah dan adanya gerak kemajuan evolutif dalam alam, maka positivisme logis lebih memfokuskan diri pada logika dan bahasa sains. Filsafat menurut positivisme logis harus bertindak sebagai hamba sains. Fungsi pokok filsafat bagi positivisme logis ialah melakukan kajian sains tentang metodologi sains dan melakukan klarifikasi sehingga kerancuan dalam penggunaan bahasa dapat dihindarkan.[1]
Dalam positivisme logis perhatian yang paling utama difokuskan pada masalah adanya garis demarkasi (garis batas) antara kalimat yang bermakna (sense) dan yang tidak bermakna (non sense). Para filsuf positivisme logis tidak memperhatikan kebenaran suatu ucapan, akan tetapi lebih mengutamakan makna dari ucapan-ucapan. Lalu pertanyaannya ialah bagaimana kita bisa membedakan ucapan yang bermakna dan ucapan yang tidak bermakna?  Dalam menjawab pertanyaan ini, kaum positivisme logis mengemukakan pembelaannya dengan berargument bahwa pernyataan yang sungguh-sungguh bermakna adalah pernyataan yang termasuk ke dalam salah satu dari dua kategori berikut; pertama, suatu kalimat bisa jadi benar atau salah berdasarkan istilah-istilah yang dipergunakan. Tidak perlu adanya verifikasi, kita hanya membutuhkan analisis saja dengan berdasarkan relitas inderawi. Misalnya, jika aku mengatakan “Laki-laki yang tinggal di sebelah rumahku adalah “Bujangan” dengan seorang istri dan dua anak”. Kalimat ini bermakna tapi tidak benar (salah). Kita tahu bahwa sesungguhnya kata “bujangan” hanya diperuntukkan bagi laki-laki yang belum menikah.  Samahalnya dengan matematika dan logika, kedua ilmu tersebut hanya membutuhkan analisis sebagai timbangan bahwa suatu pernyataan logika dan matematika bisa bermakna. Contohnya, “segitiga adalah gambar yang dibentuk oleh tiga garis lurus yang saling memotong”. Kategori yang kedua ialah pernyataan-pernyataan yang kebenaran atau kesalahannya tidak bisa ditentukan dengan menganalisis, tetapi hanya bisa dilakukan dengan mengecek fakta-fakta. Contohnya, jika aku mengatakan “Terdapat empat belas gadis berambut pirang di desaku”, contoh ini bisa jadi benar, bisa juga jadi salah. Satu-satunya cara untuk mengatahui benarnya pernyataan tersebut adalah melalui verifikasi.[2]
A.J Ayer sebagai seorang tokoh positivisme logis, menurutnya hanya bermakna suatu ucapan yang berupakan observation-statement artinya pernyataan yang menyangkut realitas inderawi; dengan kata lain, suatu ucapan yang dilakukan berdasarkan observasi, atau sekurang-kurangnya berhubungan dengan observasi.Bahwa suatu pernyataan akan bermakna apabila pernyataan tersebut sesuai dengan realitas inderawi. Untuk menguatkan pandangan ini, maka Ayer mengemukakan adanya prinsip verifikasi sebagai tolok ukurnya. Dengan begitu akan diketahui bahwa pernyataan-pernyataan yang tidak bisa diverifikasi dan dianalisis secara logika adalah pernyataan yang tidak bermakna. Seperti dalam buku Language, Truth and Logic, ia mengatakan: “Sebagian besar perbincangan ynag dilakukan oleh para filsuf sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga tidak ada gunanya”. Kita tahu bahwa para filsuf sebagian banyak memperbincangkan persoalan metafisika, demikian juga dengan munculnya idealisme di Inggris pada abad modern. Menurut Ayer, itu semua merupakan hal yang tidak bermakna sama sekali karena hal-hal tersebut (terutama berkaitan dengan metafisika) tidak bisa dibuktikan secara empiris. Pandangan empiristic telah mempengaruhi Ayer, hal ini terlihat pada pengajuan prinsip verifikasi yang dikemukakan olehnya. Jadi common sense adalah acuan utama dalam positivisme logis Alfred Jules Ayer.
2.      Prinsip Verifikasi
Positivisme logis yang konsep – konsep dasarnya sangat diwarnai oleh logika, matematika serta ilmu pengetahuan alam yang bersifat positif dan empiris, maka sudah dapat dipastikan analisis logis tentang pernyataan- pernyataan ilmiah maupun pernyataan filsafat sangat ditentukan oleh metode ilmu pengetahuan positif dan empiris tersebut.Dalam pengertian inilah maka positivisme logis mengembangkan prinsip verifikasi.
Menurut Ayer prinsip verifikasi sebagaimana yang diajukan oleh Sclick itu merupakan verifikasi dalam arti yang ketat dan disamping itu terdapat verifikasi yang bersifat longgar atau lunak. Verifikasi yang bersifat ketat yaitu sejauh kebenaran suatu pernyataan atau proposisi itu didukung pengalaman secara meyakinkan. Adapaun verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jikalau sejauh proposisi itu mengandung kemungkinan bagi pengalaman atau merupakan pengalaman yang memungkinkan.
3.      Analis logis terhadap bahasa.
Secara prinsip positivisme logis menerima konsep-konsep atomisme logis terutama dalam hal analisis logis melalui bahasa, walaupun mereka menolak visi dan dasar metafisinya.positivisme logis terutama memperhatikan dua masalah yaitu : 1) Analis pengetahuan, 2) Pendasaran matematika dan ilmu pengetahuan alam demikian juga terhadap psikologi dan sosiologi.
Filsafat tidak menyoroti problema – problema yang berbeda dari problema – problema ilmu pengetahuan. Tugas filsafat adalah analis logis terhadap pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu tidak dapat diharapkan bahwa filsafat akan memecahkan problema – problema ilmu pengatahuan ilmiah, kecuali hanya menganalisis masalah – masalah dan diusul dengan menjelaskannya.
4.      Konsep Proposisi.
Prosposisi terdapat dua macam menurut positivisme logis yang pengertianya sebagai berikut :
1.      Proposisi empiris, yaitu proposisi faktual yang harus dapat diverifikasi secara empiris, menurut Ayer proposisi secara empiris manakala mengandung suatu kemungkinan untuk disahkan atau ditolak dalam pengertian pengalaman yang sebenarnya.
2.      Proposisi formal, (proposisi analisis), yaitu proposisi yang kebenarannya tidak memerlukan verifikasi secara empiris. Proposisi formal ini meliputi proposisi logika  dan matematika yang memiliki kebenaran secara pasti ( kebenaran bersifat tautologis) sehingga tidak memerlukan verifikasi pengalaman empiris

Dalam pembahasannya tentang proposisi Ayer memberikan beberapa ciri yang diuraikan sebagai berikut :
1.      Proposisi analitis memiliki ciri benar berdasarkan pembatasan semata- mata berdasarkan fakta yang terkandung dalam susunan simbolnya.
2.         Proposisi analitis tidak berdasarkan pada pengalaman melainkan pada berdasarkan pengetahuan a priori (pengetahuan yang diperoleh melalui refleksi logis tanpa melalui pengalaman empiris), sehigga tidak memerlukan verifikasi empiris. [3]
3.      Proposisi analitis mengandung kepastian dan keniscayaan yaitu memiliki sifat kebenaran tautologi, yaitu suatu pernyataan yang mesti benar berdasarkan hukum – hukum logika.
4.      Proposisi analitis mengandung makna sejauh proposisi yang bersangkutan didasarkan pada penggunaan istilah yang pasti, jadi maknanya terletak pada bahasa atau ungkapan – ungkapan verbal (Charlesworth, dalam mustansyir 1987 : 73)


DAFTAR PUSTAKA

Asmoro,achamadi 2010, FilsafatUmum, Rajawali Press: Jakarta
Bakhtiar, Amsal, (2004), Filsafat ilmu, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta
Rahmad, arif, Masykur, (2013), Buku pintar Sejarah Filsafat Barat, IRCisSoD:Yogyakarta







[1] Asmoro achamadi, 2010, FilsafatUmum, Rajawali Press: Jakarta, Hlm:120
[2] Amsal Bakhtiar, (2004), Filsafat ilmu, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, hlm:154
[3] Maskur, arif, Rahman.(2013), Buku pintar Sejarah Filsafat Barat, IRCisSoD:Yogyakarta. Hlm .84

Postingan populer dari blog ini

HADIS TARBAWI

Teks ceramah pidato kuliah tujuh menit KULTUM

Biografi Ibnu Abbas dan Tafsir di riwayatkan Fairuzzabaddi